AKHIR 2012 kita dikejutkan dengan keberadaan Hakim Agung Yamani. Beliau merupakan Hakim Agung pertama di Indonesia yang diberhentikan secara tidak hormat karena melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dalam kasusnya, Agung mengubah putusan peninjauan kembali terpidana kasus narkoba Hangky Gunawan, dari 15 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.
Citra pemerintahan Indonesia kembali diperburuk dengan adanya berita ini. Bukan hanya dari eksekutif dan legislatif, bahkan kini unsur judikatif yang mencoreng muka Indonesia. Hakim pun kini menjadi subjek utama. Pada Buku I Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan: Organisasi Tata Laksana dan Kesekretariatan di Lingkungan Peradilan Umum, Mahkamah RI 2006, tercantum tiga garis bidang garis besar kedudukan, tugas dan tanggung jawab hakim.
Pertama, dalam bidang manajemen peradilan, hakim bertugas untuk membuat program jangka pendek hingga jangka panjang, melakukan pengawasan dalam perkara, melakukan pengawasan dalam putusan pidana, dan melaksanakan pembinaan terhadap penyelenggaraan peradilan. Dalam bidang perdata, hakim bertugas untuk menetapkan sidang, bertanggung jawab atas berita acara, mengemukakan pendapat secara musyawarah serta melakukan pembinaan pada hukum perdata yang ditanganinya. Dan pada bidang pidana, hakim bertanggung jawab untuk hal yang sama dengan perdata.
Dengan sekelumit tugas dan wewenang hakim, bukanlah hal mudah untuk dijalankan. Selain tugas yang wajib dijalankan tersebut, banyak faktor “x” lainnya yang mempengaruhi putusan hakim. Misalnya, ketakutan yang dihadapi dalam mengambil keputusan. Tekanan dan sistem yang mengikat juga membuat beberapa hakim buta untuk yang namanya keadilan. Belum lagi mungkin ada titipan yang sangat menggoda dari berbagai kepentingan.
Senada dengan pepatah ada banyak jalan ke Roma, begitu pula dengan banyak jalan terlepas dari jeratan sistem. Ketika hakim memang mempunyai semangat menjunjung tinggi keadilan, maka kebijaksanaan akan muncul. Dan bukan tidak mungkin semesta mendukung keadaan tersebut. Hendaklah juga hakim menjadikan setiap hambatan tersebut menjadi suatu tantangan yang harus dihabisi dan dihadapi. Layaknya optimisme yang disambut dengan semangat positif menghasilkan keputusan-keputusan yang adil.
Dan, kita masih punya banyak harapan, Teman! Sebut saja Hakim Marzuki dari Lampung. Terlepas dari keberadaan ceritanya yang masih diragukan saat ini,setidaknya kita masih punya secercah harapan. Diceritakan, Hakim Marzuki memimpin sidang seorang nenek pencuri singkong di Lampung. Dalam kondisi ini nenek adalah wanita yang sangat miskin. Dia mencuri singkong dengan alasan anaknya kelaparan dan cucunya sedang sakit.
Mendengar hal tersebut, Hakim Marzuki mengambil keputusan untuk tetap menghukum si nenek, namun dia juga mengambil toga dan meletakkan uang di dalamnya. Serta mengenakan denda kepada orang yang hadir di persidangan sebesar lima puluh ribu rupiah karena membiarkan orang kelaparan. Dan ketika pulang akhirnya si nenek bisa bebas.
Cerita ini menunjukkan masih ada orang yang berusaha tetap pada pendiriannya dalam menjunjung tinggi keadilan. Meskipun Hakim Marzuki terikat dalam sebuah sistem yang rigid, beliau masih mampu mengambil sikap bijaksana. kedudukannya sebagai hakim bukanlah mudah untuk dijalani. Begitu banyak godaan yang membuat terkadang seorang hakim bisa jatuh di kesalahan yang sama.
Andai saja Hakim Yamani bisa mempunyai semangat juang dan optimisme tinggi dalam membela kebenaran, mungkin beliau bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik sekarang ini. Sama halnya dengan kita, terkadang kita melupakan semangat positif dan optimisme mempunyai dampak yang lebih hebat daripada ketakutan kita.
Sekarang, kita sebagai rakyat Indonesia harus seperti apa? Haruskah kita tetap terus menerus kecewa dan bergelimang dalam penyesalan? Haruskah kita terus menerus menuntut apa yang bisa dilakukan pemerintah, sedangkan kita hanya bisa online 24 jam di depan gadget masing-masing?
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai Warga Negara Indonesia untuk tidak bergelimang dalam kekecewaan. Salah satunya kita bisa turut mengawasi jalannya kinerja pemerintah bidang judikatif dengan ambil bagian di salah satu NGO. Di sana kita bisa mengawasi pemerintah lebih detail. Menulis juga cara ampuh untuk kita tetap dapat mengawasi jalannya keadilan.
Dan yang terakhir kita bisa turut membantu dengan tetap menjaga stabilitas keamanan nasional. Sederhananya, haruslah kita menjadi warga negara yang baik. Taat pada hukum dan peraturan yang berlaku menjadi salah satu contoh kecil yang dapat kita lakukan. Indonesia, Bisa!
LB Ciputri Hutabarat
Mahasiswi Administrasi Negara
FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad)(//rfa)
*telah dipublikasikan di fokal.info (01/01)
http://kampus.okezone.com/read/2013/01/01/95/739792/hakim-wakil-tuhan-di-dunia