Selasa, 10 Juli 2012

Korupsi Bahasa


“I Ni Ini, Ru Ma tambah H Rumah, Bu Di Budi , ini rumah budi” – Sepenggal kalimat di buku kelas 6 SDBelajar Membaca dan Menulis

Sekarang coba kita flashback dengan pelajaran SD yang kita terima dulu. Seakan ejaan yang kita pelajari itu hampir sia-sia. Toh juga kita menyingkat-nyingkat kata. Pada akhirnya juga tanpa kita sadari kita tengah menjadi koruptor koruptor junior . Koruptor yang hobi dan nyaman mengorupsi bahasa .


Masih jelas terekam di otak penulis tentang kalimat yang beraromakan pengejaan di atas. Dahulu kita pasti merasa bangga ketika telah mengakhiri ejaan itu dengan lengkap . Apalagi dibandingkan dengan teman lain yang masih gagap dalam berbicara. Serasa siswa yang paling pintar deh di kelas pada waktu itu. Namun sekarang, masihkah ada  kebanggaan kita ketika mengakhiri setiap kalimat dengan lengkap seperti dulu?

Perlu untuk kita ketahui, bahwa  bukan dengan perecanaan yang suam-suam kuku dinas pendidikan menciptakan kurikulum untuk dapat membuat anak-anak sekolah dasar mampu membaca. Namun, ironis ketika Mendiknas M.Nuh menuturkan bahwa faktanya sekarang nilai UN sampai dengan tingkat SMA masih lebih tinggi diraih siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris dibandingkan Bahasa Indonesia di Kompas( 01/06/2011).

Fakta selanjutnya yang sangat dekat dengan kita, coba luangkan waktu sebentar untuk mengecek sms yang ada di telefon genggam teman-teman sekarang atau di media jejaring sosial sekarang. Adakah yang berbeda? Mungkin dari segi penulisan kata? Yup, kata kata “km lg dmn?” , “Q dikmps skrg” , ‘udh ada dsen blm?bla bla bla.

Perlahan degradasi (baca : penurunan kualitas) telah menyentuh aspek bahasa kita . Sedikit demi sedikit terdapat pengurangan kata dimana-mana. Yang menjadi “yg”, dari menjadi “dr”dan kampus menjadi “kmps”. 

Jika kita ingin mengulik permasalahan ini banyak hal yang dapat melatarbelakangi,contohnya kita lebih memilih untuk menyingkat kata, ketimbang mengirim 2 layar sms sekaligus. Biaya pengiriman sms menjadi faktor utama dalam alasan kali ini. Padahal bukan tidak mungkin terjadinya miss communication di dalam penggunaan bahasa yang katanya gaul itu.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 lalu pergerakan pemuda se Indonesia dengan lantang dan berani menyatakan sumpahnya, “Kami putera puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan , Bahasa Indonesia!”. Pemuda terdahulu telah bersumpah, teman ! Terus kita sebagai pemuda zaman sekarang melakukan? Melanggar sumpah itu?

Jelas dong, bahasa yang kita singkat selama ini bukan bahasa Indonesia seperti yang pemuda zaman dulu sumpahkan. Tidak percaya? Coba lihat kata “yg” , “kmps” , “rmh” di KBBI ada tidak? Tapi coba lihat kata “yang” , “kampus” , “rumah” . Mirisnya lagi ada juga yang menyingkat kata  mengatasnamakan keefektifan tulisan.

Padahal, seharusnya kita bangga dengan keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negara Vietnam sejak akhir 2007. Dengan begitu senada rasanya ungkapan Agus Dharma, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud bahwa bahasa merupakan lambang jati diri bangsa, kebanggaan nasional dan sarana pemersatu bangsa” (28/10) kompas.com

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa budaya yang telah dijalankan terus-terusan sangat susah untuk diubah. Jangankan kita sebagai anak muda, orang tua dan bahkan pejabat sekalipun masih sering menyingkat kata dalam berbahasa. Padahal ketika masa penjajahan perlu diingat bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang diperjuangkan para pahlawan kita. Tidak tanggung tanggung, nyawa adalah taruhan ketika bahasa Indonesia diperjuangkan.

Tetapi sedikit demi sedikit sesungguhnya kita bisa mengurangi kebiasaan itu. Mulai dari hal yang sederhana saja seperti pengetikan sms dan penyampaian informasi di media jejaring sosial. Jangan terpengaruh dengan menempatkan pengetikan SMS menjadi indikator utama dalam Bahasa Indonesia.Jangan menyia-nyiakan sumpah yang telah dibuat oleh pemuda pemudi 84 tahun yang lalu.

Tanggung jawab moral bangsa untuk 10 tahun kedepan ada di tangan kita semua. Kita harus bisa memilih dari dua pilihan yang ada , mulai menggunakan ejaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dari sekarang atau kita membuka jalan untuk bahasa Indonesia kurang dikenal lagi oleh generasi yang akan datang dengan tetap mempergunakan bahasa singkatan-singkatan.

*akan ditebitkan di fokal.info edisi 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar